SURGAPASCOL - Sebelumnya, kuperkenalkan diriku dulu. Namaku Dina. Aku bermunculan dan diagungkan di kota Bandung. Usiaku 33 tahun, aku bekerja di suatu bank swasta di Jalan Asia Afrika, Bandung. Saat ini aku hidup sendiri. Aku pernah menikah, tidak cukup lebih sekitar empat tahun. Pernikahanku tidak dikaruniai anak. Aku bercerai, sebab suamiku berselingkuh dengan teman bisnisnya.
Untuk mengenyahkan kejenuhan dalam kesendirianku selama tidak cukup lebih setahun setengah, aku tidak jarang kali menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku chatting, akan namun aku tidak berharaf guna bertemu dengan rekan chatting-ku. Aku masih trauma dampak perlakuan suamiku terhadapku.
Aku kenal sejumlah orang rekan chatting yang asyik guna diajak berkelakar ataupun berdiskusi, salah satunya ialah Irwan. Dia anak kuliahan, semester akhir di perguruan tinggi swasta di Bandung. Irwan adalahteman chatting-ku yang kesatu kali yang pernah bertemu denganku.
Pada mula perkenalannya aku tidak cukup respek terhadapnya, sebab email-nya saja menyeramkan, bisa pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@. (edited). Tapi entah angin apa yang membuatku penasaran guna bertemu dengannya, sebenarnya aku baru sekali chatting dengannya. Cerita selanjutnya ialah pertemuan kesatuku dengan Irwan yang selesai ke suatu hotel di dekat jalan Setiabudi.
Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji guna bertemu dengan Irwan di suatu cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang lebih mula sekitar pukul 15.45, dan memilih lokasi yang agak ke pojok supaya aku dapat menyaksikan dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman, dan mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.
Sambil menantikan Irwan datang, aku menyimak orang di sekelilingku. Aku merasa risih sekali, sebab ada anak muda (usianya sekita 25 tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku menyimak terus semenjak kesatu aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00, anak muda tersebut menghampiri diriku dan mengenalkan dirinya. Namanya Irwan.
Aku kaget sekali, sebab tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Irwan tersebut masih muda. Dia masih paling muda, padahal saat chatting, dia menyatakan berusia 35 tahun. Dan pastinya juga, sekitar aku berkomunikasi melewati telepon, suara Irwan kelihatan laksana seorang bapak-bapak dan paling dewasa sekali. Aku paling grogi. Bagi menghilangkan rasa grogi, kupersilakan Irwan duduk dan memesankan minuman.
cerita hot dewasa
“Maaf Bu Dina, saya berdusta kepada Ibu. Saya menyatakan berusia 35 tahun, sebenarnya usia saya tidak setua itu. Tentunya juga, saya minta maaf tidak menggunakan pakaian yang saya janjikan. Saya mesti panggil siapa nih? Ibu atau Mbak atau Tante atau siapa ya?”
“Dina saja deh, biar lebih akrab,” jawabku.
Selanjutnya Irwan bercerita, mengapa dia berdusta usia, pun aktifitasnya sehari-hari, begitu pun aku mengisahkan aktifitasku dan kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menduga dari teknik dia berkomunikasi paling dewasa dan sedikit dibumbui dengan ucapan-ucapan humor, sampai-sampai aku diciptakan terpingkal-pingkal olehnya.
Tidak terasa, masa-masa bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Irwan menyuruh nonton bioskop di BIP. Aku tidak sungkan-sungkan, langsung mengiyakan saja. Sepulang nonton selama jam 7 malam, aku mengirimkan Irwan kembali dengan Baleno-ku ke wilayah Cihampelas. Ditengah perjalanan Irwan mengajakku main ke Ciater. Aku sih tidak masalah, sebab di lokasi tinggal pun aku melulu tinggal sendirian.
Di wilayah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil menguras minuman dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah mengindikasikan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke Ciater kubatalkan saja. Aku menyuruh Irwan kembali saja. Dia juga mengiyakannya.
Sepanjang perjalanan kembali ke Bandung, Irwan mulai agak-agak nakal. Sambil bercerita, dia telah berani mengelus-elus tanganku saat aku sedang mengalihkan perseneling. Pada tadinya kutepis, namun bandel pun ini anak. Dia tidak pernah kapok, meski kutepis berkali-kali. Karena jenuh dan tidak terdapat hasilnya bila kularang, maka kubiarkan dia mengelus-elus tanganku.
Aku akui, elusannya tersebut membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Bahkan semakin lama elusannya semakin ganas, dan telah mulai berani membelai pahaku. Kubiarkan saja, dan aku tetap fokus menyetir mobil. Entah sebab suasana yang mendukung, sebab kami melulu berdua-duaan, ataukah sebab kesepianku sekitar ini, sebab sudah lama tidak dibelai laki-laki. Aku tidak mempedulikan tangannya bertindak lebih jauh. Aku mulai merinding, dan darahku serasa panas menjalar semua tubuhku. Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan | belaian | belaian tangannya.
Sekarang Irwan sudah paling berani! Dia telah berani memegang payudaraku. Aku mulai terangsang. Aku telah tidak powerful lagi merasakan elusan | belaian | belaian tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan. Aku tanyakan Irwan, mengapa dia berani memperlakukanku laksana itu, sebenarnya dalam hati aku juga menginginkannya. Dia mohon maaf, namun tangannya tetap tidak inginkan lepas dari payudaraku. Aku tak kuasa menyangga rangsangannya. Akhirnya kubalas elusan | belaian | belaian tangannya dengan suatu ciuman di keningnya. Aku tidak menduga dia unik tubuhku, dan menciumi bibirku. Dia melumat bibirku, sehingga aku susah untuk bernafas.
Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku biarkan saja. Sungguh permainan yang indah, mulutku telah tersumpal oleh lidah Irwan, dan tangannya juga begitu terampil mengelus-elus payudaraku. Bahkan putingku pun telah dia elus.
Aku melenguh, “Sh.. ah.. sh.. ah.. sh.. ah..”
cerita hot dewasa
Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sampai-sampai menggerinjal. Tangannya mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik demi detik kurasakan tangannya mulai membelai kemaluanku. Aku semakin keras menerbitkan suara. Dan kesudahannya aku kaget, saat ada suatu mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar lampunya. Konsentrasiku buyar. Aku lalu merapikan reseletingku dan kaos ketat unguku. Begitu pun Irwan. Akhirnya permainan yang dilangsungkan sekitar separuh jam tersebut harus selesai karena sorotan lampu mobil yang lewat tadi. Di selama selangkanganku terasa basah.
“Dina, maafin Irwan ya. Telah berlaku tidak cukup ajar sama Dina.”
“Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, mengapa koq anda berani melakukan seperti tersebut kepada saya. Padahal anda kan 8 tahun lebih muda dari saya.”
“Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu semenjak pertemuan anda di Cafe.”
“Gombal ah..” kataku agak manja.
“Aku geli banget lho, waktu anda elus tadi. Mungkin sebab aku baru menikmati lagi sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali ini, terdapat cowok yang menyentuh aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan suami satu separuh tahun yang lalu.”
“Sudahlah Yen, tidak boleh ngomongin perceraian, nanti anda sedih. Mendingan anda melanjutkan perjalanan deh..”
Aku melanjutkan perjalanan dengan sekian banyak gejolak perasaan dan kesenangan yang baru aku raih bareng Irwan. Sambil aku menyetir mobil, Irwan tidak lupa membelai pahaku pun payudaraku.
“Yen, bagaimana bila kita berhenti dulu di hotel. Biar kita dapat lebih tenang melakukannya.”
Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku hendak merasakan lebih jauh lagi dari elusan | belaian | belaian lembutnya itu. Tapi aku ragu dan malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.
Sesampainya di kamar Hotel “S” di dekat Setiabudi, Irwan tidak memberikan peluang untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan melumat bibirku. Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya saat Irwan mulai mebuka kaos ketat unguku dan membuka celana panjangku. Aku disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan | belaian | belaian tangannya, Irwan sudah membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin beringas, laksana macan kelaparan. Irwan mulai menciumi lubang kewanitaanku.
“Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shh.. shh.. uh..”
Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat laksana ulat kepanasan. Lidah Irwan merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku yang sebesar kacang kedelai.
Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Irwan. Kaget! Ternyata “barang”-nya Irwan sudah terbit melewati celana dalamnya. Kelihatan ujungnya memerah. Aku takut, apakah lubang kewanitaanku muat guna “barang”-nya Irwan.
Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku. Dikeluar-masukkannya jari tersebut dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit, namun nikmat. Mungkin masih penasaran, Irwan memasukkan jarinya yang ketiga. Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan kirinya menolong membuka lubang kewanitaanku guna mempermudah memasukkan jari-jari kanannya.
“Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Fer.. aduh.. nggak powerful Fer.. Aku mau terbit nih..”
Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.
“Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen..” Irwan memohon kepadaku.
“Iya Fer, namun punyamu panjang, muat nggak ya..?” jawabku.
“Coba saja dulu, Yen. Nanti pun terbiasa.”
“Auh.. aw.. tidak boleh didorong dong Fer, justeru masuk ke tenggorokkanku, pelan-pelan saja ya. Punyamu kan panjang.”
Sekitar lima belas menit lantas erangan Irwan semakin menjadi-jadi.
“Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh..”
Kuhisap semakin powerful dan kuat, Irwan juga semakin keras erangannya. Irwan mulai ingat, tangannya bekerja lagi membelai vaginaku yang mulai mengering, basah kembali. Mulutku masih sarat kemaluan Irwan dengan gerakan terbit masuk seperti biduan karaoke.
“Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?” pinta Irwan.
Aku melulu menganggukkan kepala saja, seraya berharaf-harap khawatir apakah punyaku muat atau tidak ditembus kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku diusung ke pundak kiri dan kanannya, sampai-sampai posisiku mengangkang. Dia dapat menyaksikan dengan jelas kemaluanku yang kecil tetapi kelihatan gemuk laksana bakpau.
Kulihat dia membelai kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada kemaluanku, aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya, dan tangan kanan membimbing kemaluannya yang besar dan panjang mengarah ke lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan, “Sreett..,” dia melihatku seraya tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung kemaluan Irwan masuk perlahan. Aku mulai geli, namun agak sakit sedikit. Mungkin sebab lubang kewanitaanku tidak pernah lagi ditembus kemaluan laki-laki. Irwan menyaksikan aku meringis menyangga sakit, dia berhenti dan bertanya.
“Sakit ya..?”
Aku tidak menjawab, melulu kupejamkan mataku hendak cepat menikmati kemaluan besarnya itu.
Digoyangnya perlahan dan, “Bleess..” digenjotnya powerful pantatnya ke depan sampai aku menjerit, “Aaauu..”
Kutahan pantat Irwan guna tidak bergerak. Rupanya dia memahami kemaluanku agak sakit, dan dia pun ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan Irwan berdenyut dan aku tidak inginkan ketinggalan. Aku berjuang mengejang, sampai-sampai kemaluan Irwan merasa kupijit-pijit. Selang sejumlah saat, kemaluanku rupanya telah dapat menerima seluruh kemaluan Irwan dengan baik dan mulai berair, sampai-sampai ini mempermudah Irwan guna bergerak. Aku mulai basah dan terasa ada kesenangan mengalir di sela pahaku. Perlahan Irwan menggerakkan pantatnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai kegelian dan nikmat. Kubantu Irwan dengan ikut menggerakkan pantatku berputar.
“Aduuhh.., Dina..,” erang Irwan menyangga laju perputaran pantatku.
Rupanya dia pun kegelian bila aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat supaya tidak berputar lagi, malah dengan menyangga pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan berjuang untuk melepaskannya dengan teknik bergerak berputar lagi, namun dia semakin powerful memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur kemaluan Irwan menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Irwan tergolong kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja tidak mengindikasikan adanya keletihan bahkan semakin meradang.
Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat, kulihat hasilnya Irwan mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang semakin lancar. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak bergerak berputar lagi, namun dia semakin powerful memegangnya. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa guna bergerak, sampai-sampai aku bisa mengaturnya. Aku menikmati sudah 4 (empat) kali kemaluanku menerbitkan cairan untuk mengairi kemaluan Irwan, namun Irwan belum terbit juga.
Kupegang batang kemaluan Irwan yang terbit masuk liang kewanitaanku, ternyata masih terdapat sisa tidak banyak yang tidak bisa masuk ke liang senggamaku.
Aku juga terus merintih keasyikan, “Auh.. auh.. terus Fer.. auh.. Ena..k Fer.. Ugh.. ah.. lebih cepat lagi Fer.. ugh.. ah.. sshh.. uh.. oh.. uh.. ash.. sshh..”
“Kecepek.., kecepek.., kecepek..,” bunyi kemaluanku ketika kemaluan Irwan mengucek berakhir di dalamnya.
Aku kegelian hebat, “Dina.. aku inginkan keluar, Tahan ya..,” pintanya menyerah.
Tanpa melemparkan waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan itu ke dalam mulutku, kukocok seraya kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku maju mundur untuk mengupayakan merangsang supaya air maninya cepat keluar. Mulutku mulai payah namun air mani yang kuharapkan tidak pun keluar. Kutarik kemaluan dari mulutku, Irwan tersenyum dan kini telentang. Tanpa menantikan komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku dengan aku mendudukinya. Aku bergerak naik turun, dan dia memegang susuku dengan erat. Tidak lama lantas ditariknya tubuhku melekat di dadanya, dan aku pun terasa panas.
Cerita Mesum | Liburan Nikmat sama Janda Montok
“Sreet.., sreett.., sreett..,” kurasakan terdapat semburan hangat bersamaan dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat begitu pula aku.
Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak bisa lepas. Dia tersenyum puas.
“Dina.., aku baru menikmati kemaluan seorang wanita. Kamu ialah wanita kesatu yang merenggut bujanganku. Aku sekitar ini sangat banter melulu melakukan peting saja. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu memijit punyaku hingga nggak karuan rasanya, aku puas Yen..”
“Aahh anda bohong, masa seusiamu baru kesatu kali mengerjakan kayak beginian,” manjaku.
Dia melulu tersenyum dan pulang mengulum bibirku kuat-kuat.
“Sumpah, Yen..! Apakah anda masih bakal memberikannya lagi untukku..?” tanyanya.
“Pasti..! Tapi terdapat syaratnya..,” jawabku.
“Apa dong kriterianya, Yen..?” tanyanya penasaran.
“Gampang saja, asal kamu dapat kuat laksana tadi. Atau nanti saya kasih pil untuk anda ya, biar lebih powerful lagi..!”
“Oke deh.. Mandi bersama yuk, Yen..” ajaknya.
Dan kami juga mandi bersama, dan sekali lagi Irwan menyerahkan kepuasan yang sekitar ini tidak kudapatkan selama tidak cukup lebih satu separuh tahun.
Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa masa-masa sudah mengindikasikan pukul 8 pagi. Aku langsung check out mengarah ke Cihampelas mengirimkan Irwan pulang. Mobil terbit hotel dengan berlangsung perlahan.
Sepanjang perjalanan aku berfikir, “Kok bisa-bisanya aku mmberikan sesuatu urusan yang aku jaga sekitar ini, sebenarnya Irwan baru kesatu kali bertemu denganku. Sekaligus pun aku menginginkan kapan lagi aku dapat mendapat kepuasan dari Irwan.”
Kini tangan Irwan menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di celananya. Sesekali Irwan menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari badung Irwan mulai bertindak dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan Irwan mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak terasa aku telah sampai di Cihampelas, dan menurunkan Irwan. Selanjutnya aku kembali ke rumahku di dekat Sukarno-Hatta.
Untuk mengenyahkan kejenuhan dalam kesendirianku selama tidak cukup lebih setahun setengah, aku tidak jarang kali menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku chatting, akan namun aku tidak berharaf guna bertemu dengan rekan chatting-ku. Aku masih trauma dampak perlakuan suamiku terhadapku.
Aku kenal sejumlah orang rekan chatting yang asyik guna diajak berkelakar ataupun berdiskusi, salah satunya ialah Irwan. Dia anak kuliahan, semester akhir di perguruan tinggi swasta di Bandung. Irwan adalahteman chatting-ku yang kesatu kali yang pernah bertemu denganku.
Pada mula perkenalannya aku tidak cukup respek terhadapnya, sebab email-nya saja menyeramkan, bisa pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@. (edited). Tapi entah angin apa yang membuatku penasaran guna bertemu dengannya, sebenarnya aku baru sekali chatting dengannya. Cerita selanjutnya ialah pertemuan kesatuku dengan Irwan yang selesai ke suatu hotel di dekat jalan Setiabudi.
Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji guna bertemu dengan Irwan di suatu cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang lebih mula sekitar pukul 15.45, dan memilih lokasi yang agak ke pojok supaya aku dapat menyaksikan dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman, dan mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.
Sambil menantikan Irwan datang, aku menyimak orang di sekelilingku. Aku merasa risih sekali, sebab ada anak muda (usianya sekita 25 tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku menyimak terus semenjak kesatu aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00, anak muda tersebut menghampiri diriku dan mengenalkan dirinya. Namanya Irwan.
Aku kaget sekali, sebab tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Irwan tersebut masih muda. Dia masih paling muda, padahal saat chatting, dia menyatakan berusia 35 tahun. Dan pastinya juga, sekitar aku berkomunikasi melewati telepon, suara Irwan kelihatan laksana seorang bapak-bapak dan paling dewasa sekali. Aku paling grogi. Bagi menghilangkan rasa grogi, kupersilakan Irwan duduk dan memesankan minuman.
cerita hot dewasa
“Maaf Bu Dina, saya berdusta kepada Ibu. Saya menyatakan berusia 35 tahun, sebenarnya usia saya tidak setua itu. Tentunya juga, saya minta maaf tidak menggunakan pakaian yang saya janjikan. Saya mesti panggil siapa nih? Ibu atau Mbak atau Tante atau siapa ya?”
“Dina saja deh, biar lebih akrab,” jawabku.
Selanjutnya Irwan bercerita, mengapa dia berdusta usia, pun aktifitasnya sehari-hari, begitu pun aku mengisahkan aktifitasku dan kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menduga dari teknik dia berkomunikasi paling dewasa dan sedikit dibumbui dengan ucapan-ucapan humor, sampai-sampai aku diciptakan terpingkal-pingkal olehnya.
Tidak terasa, masa-masa bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Irwan menyuruh nonton bioskop di BIP. Aku tidak sungkan-sungkan, langsung mengiyakan saja. Sepulang nonton selama jam 7 malam, aku mengirimkan Irwan kembali dengan Baleno-ku ke wilayah Cihampelas. Ditengah perjalanan Irwan mengajakku main ke Ciater. Aku sih tidak masalah, sebab di lokasi tinggal pun aku melulu tinggal sendirian.
Di wilayah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil menguras minuman dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah mengindikasikan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke Ciater kubatalkan saja. Aku menyuruh Irwan kembali saja. Dia juga mengiyakannya.
Sepanjang perjalanan kembali ke Bandung, Irwan mulai agak-agak nakal. Sambil bercerita, dia telah berani mengelus-elus tanganku saat aku sedang mengalihkan perseneling. Pada tadinya kutepis, namun bandel pun ini anak. Dia tidak pernah kapok, meski kutepis berkali-kali. Karena jenuh dan tidak terdapat hasilnya bila kularang, maka kubiarkan dia mengelus-elus tanganku.
Aku akui, elusannya tersebut membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Bahkan semakin lama elusannya semakin ganas, dan telah mulai berani membelai pahaku. Kubiarkan saja, dan aku tetap fokus menyetir mobil. Entah sebab suasana yang mendukung, sebab kami melulu berdua-duaan, ataukah sebab kesepianku sekitar ini, sebab sudah lama tidak dibelai laki-laki. Aku tidak mempedulikan tangannya bertindak lebih jauh. Aku mulai merinding, dan darahku serasa panas menjalar semua tubuhku. Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan | belaian | belaian tangannya.
Sekarang Irwan sudah paling berani! Dia telah berani memegang payudaraku. Aku mulai terangsang. Aku telah tidak powerful lagi merasakan elusan | belaian | belaian tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan. Aku tanyakan Irwan, mengapa dia berani memperlakukanku laksana itu, sebenarnya dalam hati aku juga menginginkannya. Dia mohon maaf, namun tangannya tetap tidak inginkan lepas dari payudaraku. Aku tak kuasa menyangga rangsangannya. Akhirnya kubalas elusan | belaian | belaian tangannya dengan suatu ciuman di keningnya. Aku tidak menduga dia unik tubuhku, dan menciumi bibirku. Dia melumat bibirku, sehingga aku susah untuk bernafas.
Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku biarkan saja. Sungguh permainan yang indah, mulutku telah tersumpal oleh lidah Irwan, dan tangannya juga begitu terampil mengelus-elus payudaraku. Bahkan putingku pun telah dia elus.
Aku melenguh, “Sh.. ah.. sh.. ah.. sh.. ah..”
cerita hot dewasa
Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sampai-sampai menggerinjal. Tangannya mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik demi detik kurasakan tangannya mulai membelai kemaluanku. Aku semakin keras menerbitkan suara. Dan kesudahannya aku kaget, saat ada suatu mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar lampunya. Konsentrasiku buyar. Aku lalu merapikan reseletingku dan kaos ketat unguku. Begitu pun Irwan. Akhirnya permainan yang dilangsungkan sekitar separuh jam tersebut harus selesai karena sorotan lampu mobil yang lewat tadi. Di selama selangkanganku terasa basah.
“Dina, maafin Irwan ya. Telah berlaku tidak cukup ajar sama Dina.”
“Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, mengapa koq anda berani melakukan seperti tersebut kepada saya. Padahal anda kan 8 tahun lebih muda dari saya.”
“Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu semenjak pertemuan anda di Cafe.”
“Gombal ah..” kataku agak manja.
“Aku geli banget lho, waktu anda elus tadi. Mungkin sebab aku baru menikmati lagi sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali ini, terdapat cowok yang menyentuh aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan suami satu separuh tahun yang lalu.”
“Sudahlah Yen, tidak boleh ngomongin perceraian, nanti anda sedih. Mendingan anda melanjutkan perjalanan deh..”
Aku melanjutkan perjalanan dengan sekian banyak gejolak perasaan dan kesenangan yang baru aku raih bareng Irwan. Sambil aku menyetir mobil, Irwan tidak lupa membelai pahaku pun payudaraku.
“Yen, bagaimana bila kita berhenti dulu di hotel. Biar kita dapat lebih tenang melakukannya.”
Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku hendak merasakan lebih jauh lagi dari elusan | belaian | belaian lembutnya itu. Tapi aku ragu dan malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.
Sesampainya di kamar Hotel “S” di dekat Setiabudi, Irwan tidak memberikan peluang untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan melumat bibirku. Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya saat Irwan mulai mebuka kaos ketat unguku dan membuka celana panjangku. Aku disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan | belaian | belaian tangannya, Irwan sudah membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin beringas, laksana macan kelaparan. Irwan mulai menciumi lubang kewanitaanku.
“Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shh.. shh.. uh..”
Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat laksana ulat kepanasan. Lidah Irwan merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku yang sebesar kacang kedelai.
Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Irwan. Kaget! Ternyata “barang”-nya Irwan sudah terbit melewati celana dalamnya. Kelihatan ujungnya memerah. Aku takut, apakah lubang kewanitaanku muat guna “barang”-nya Irwan.
Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku. Dikeluar-masukkannya jari tersebut dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit, namun nikmat. Mungkin masih penasaran, Irwan memasukkan jarinya yang ketiga. Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan kirinya menolong membuka lubang kewanitaanku guna mempermudah memasukkan jari-jari kanannya.
“Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Fer.. aduh.. nggak powerful Fer.. Aku mau terbit nih..”
Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.
“Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen..” Irwan memohon kepadaku.
“Iya Fer, namun punyamu panjang, muat nggak ya..?” jawabku.
“Coba saja dulu, Yen. Nanti pun terbiasa.”
“Auh.. aw.. tidak boleh didorong dong Fer, justeru masuk ke tenggorokkanku, pelan-pelan saja ya. Punyamu kan panjang.”
Sekitar lima belas menit lantas erangan Irwan semakin menjadi-jadi.
“Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh..”
Kuhisap semakin powerful dan kuat, Irwan juga semakin keras erangannya. Irwan mulai ingat, tangannya bekerja lagi membelai vaginaku yang mulai mengering, basah kembali. Mulutku masih sarat kemaluan Irwan dengan gerakan terbit masuk seperti biduan karaoke.
“Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?” pinta Irwan.
Aku melulu menganggukkan kepala saja, seraya berharaf-harap khawatir apakah punyaku muat atau tidak ditembus kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku diusung ke pundak kiri dan kanannya, sampai-sampai posisiku mengangkang. Dia dapat menyaksikan dengan jelas kemaluanku yang kecil tetapi kelihatan gemuk laksana bakpau.
Kulihat dia membelai kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada kemaluanku, aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya, dan tangan kanan membimbing kemaluannya yang besar dan panjang mengarah ke lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan, “Sreett..,” dia melihatku seraya tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung kemaluan Irwan masuk perlahan. Aku mulai geli, namun agak sakit sedikit. Mungkin sebab lubang kewanitaanku tidak pernah lagi ditembus kemaluan laki-laki. Irwan menyaksikan aku meringis menyangga sakit, dia berhenti dan bertanya.
“Sakit ya..?”
Aku tidak menjawab, melulu kupejamkan mataku hendak cepat menikmati kemaluan besarnya itu.
Digoyangnya perlahan dan, “Bleess..” digenjotnya powerful pantatnya ke depan sampai aku menjerit, “Aaauu..”
Kutahan pantat Irwan guna tidak bergerak. Rupanya dia memahami kemaluanku agak sakit, dan dia pun ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan Irwan berdenyut dan aku tidak inginkan ketinggalan. Aku berjuang mengejang, sampai-sampai kemaluan Irwan merasa kupijit-pijit. Selang sejumlah saat, kemaluanku rupanya telah dapat menerima seluruh kemaluan Irwan dengan baik dan mulai berair, sampai-sampai ini mempermudah Irwan guna bergerak. Aku mulai basah dan terasa ada kesenangan mengalir di sela pahaku. Perlahan Irwan menggerakkan pantatnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai kegelian dan nikmat. Kubantu Irwan dengan ikut menggerakkan pantatku berputar.
“Aduuhh.., Dina..,” erang Irwan menyangga laju perputaran pantatku.
Rupanya dia pun kegelian bila aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat supaya tidak berputar lagi, malah dengan menyangga pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan berjuang untuk melepaskannya dengan teknik bergerak berputar lagi, namun dia semakin powerful memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur kemaluan Irwan menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Irwan tergolong kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja tidak mengindikasikan adanya keletihan bahkan semakin meradang.
Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat, kulihat hasilnya Irwan mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang semakin lancar. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak bergerak berputar lagi, namun dia semakin powerful memegangnya. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa guna bergerak, sampai-sampai aku bisa mengaturnya. Aku menikmati sudah 4 (empat) kali kemaluanku menerbitkan cairan untuk mengairi kemaluan Irwan, namun Irwan belum terbit juga.
Kupegang batang kemaluan Irwan yang terbit masuk liang kewanitaanku, ternyata masih terdapat sisa tidak banyak yang tidak bisa masuk ke liang senggamaku.
Aku juga terus merintih keasyikan, “Auh.. auh.. terus Fer.. auh.. Ena..k Fer.. Ugh.. ah.. lebih cepat lagi Fer.. ugh.. ah.. sshh.. uh.. oh.. uh.. ash.. sshh..”
“Kecepek.., kecepek.., kecepek..,” bunyi kemaluanku ketika kemaluan Irwan mengucek berakhir di dalamnya.
Aku kegelian hebat, “Dina.. aku inginkan keluar, Tahan ya..,” pintanya menyerah.
Tanpa melemparkan waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan itu ke dalam mulutku, kukocok seraya kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku maju mundur untuk mengupayakan merangsang supaya air maninya cepat keluar. Mulutku mulai payah namun air mani yang kuharapkan tidak pun keluar. Kutarik kemaluan dari mulutku, Irwan tersenyum dan kini telentang. Tanpa menantikan komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku dengan aku mendudukinya. Aku bergerak naik turun, dan dia memegang susuku dengan erat. Tidak lama lantas ditariknya tubuhku melekat di dadanya, dan aku pun terasa panas.
Cerita Mesum | Liburan Nikmat sama Janda Montok
“Sreet.., sreett.., sreett..,” kurasakan terdapat semburan hangat bersamaan dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat begitu pula aku.
Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak bisa lepas. Dia tersenyum puas.
“Dina.., aku baru menikmati kemaluan seorang wanita. Kamu ialah wanita kesatu yang merenggut bujanganku. Aku sekitar ini sangat banter melulu melakukan peting saja. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu memijit punyaku hingga nggak karuan rasanya, aku puas Yen..”
“Aahh anda bohong, masa seusiamu baru kesatu kali mengerjakan kayak beginian,” manjaku.
Dia melulu tersenyum dan pulang mengulum bibirku kuat-kuat.
“Sumpah, Yen..! Apakah anda masih bakal memberikannya lagi untukku..?” tanyanya.
“Pasti..! Tapi terdapat syaratnya..,” jawabku.
“Apa dong kriterianya, Yen..?” tanyanya penasaran.
“Gampang saja, asal kamu dapat kuat laksana tadi. Atau nanti saya kasih pil untuk anda ya, biar lebih powerful lagi..!”
“Oke deh.. Mandi bersama yuk, Yen..” ajaknya.
Dan kami juga mandi bersama, dan sekali lagi Irwan menyerahkan kepuasan yang sekitar ini tidak kudapatkan selama tidak cukup lebih satu separuh tahun.
Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa masa-masa sudah mengindikasikan pukul 8 pagi. Aku langsung check out mengarah ke Cihampelas mengirimkan Irwan pulang. Mobil terbit hotel dengan berlangsung perlahan.
Sepanjang perjalanan aku berfikir, “Kok bisa-bisanya aku mmberikan sesuatu urusan yang aku jaga sekitar ini, sebenarnya Irwan baru kesatu kali bertemu denganku. Sekaligus pun aku menginginkan kapan lagi aku dapat mendapat kepuasan dari Irwan.”
Kini tangan Irwan menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di celananya. Sesekali Irwan menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari badung Irwan mulai bertindak dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan Irwan mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak terasa aku telah sampai di Cihampelas, dan menurunkan Irwan. Selanjutnya aku kembali ke rumahku di dekat Sukarno-Hatta.


